Kamis, 12 Juni 2014

CERPEN BEBENYIT ITU SAHABAT PART 2

Edit Posted by with No comments

Ilustrasi Asmarandana

BEBENYIT ITU SAHABAT
Tiba-tiba Popok memasang wajah lesu.
“Popok kenapa?”
“Aku sedih kalian semua udah punya rencana masing-masing. Welas yang mau jadi pramugari terus Suko yang mau jadi perawat. Aku masih bingung sama diri sendiri. aku enggak yakin bisa menggapai impian aku.”
“Jangan putus asa gitu dong kita kan janji bakal terus semangat sampai nanti impian kita tercapai. Emangnya Popok mau jadi apa?”
“Aku mau jadi duta kelautan tapi aku gak bisa berenang.”
“Makanya kamu belajar berenang dan menyelam dari sekarang. Segala impian apapun bakal tercapai dengan semangat dan kerja keras”
“Ah tapi Buntet aja enggak bisa terbang mau jadi pramugari kok.” ujar Popok polos.
“?!#@/*” kelima temannya menggaruk kepala yang tak gatal.
Setelah beberapa jam mengadakan rapat direksi partai bebenyit mereka mulai  menyadari arah pembicaraan yang semakin tidak jelas akhirnya mereka memutuskan untuk men-skip rapat itu. Mereka berencana akan membuat rujak petis kesukaan mereka. Sebelumnya mereka sudah mempersiapkan bahan-bahannya seperti mangga, jambu air, kedongdong, nanas dan banyak buah-buahan yang lainnya. Bumbunya ala kadar yaitu gula merah, asem, cabe dan garam.
“Pok, tolong ambilin mangga dong.” kata Pentul minta tolong.
“Iya bentar…” Popok menyaut. Lalu ia datang tergopoh-gopoh “Nih tangganya!”
“Buat apa tangga?” tanya Buntet heran.
“Tadi katanya minta tangga?” ujar Popok polos.
“Ya ampun, aku minta mangga Popok bukan tangga.”
“Ohh… Kamu bangga punya sahabat secantik aku? Yaelah Pentul biasa aja dong aku jadi malu.”
Semuanya menepuk jidat masing-masing.
“Susah ya kalau punya temen ‘bude’, budeg tapi PD.” celetuk Suko ketus.
“Astagfirulloh Popok makanya telinga itu jangan ditutupin pake headset terus jadi enggak kedengaran orang lain ngomong apa.”
Semuanya geleng-geleng kepala sambil berdecak melihat tingkah sahabatnya yang satu ini.
“Lagi dengerin lagu apa sih Pok kayaknya asik banget. Bagi ya!” Batak merebut batang headset dari telinga Popok yang sebelah kiri. Popok masih santai. “Volumenya gedein dong!”
“Volume apa?!” tanya Popok seraya menunjukan kabel headset yang tidak tersambung pada apapun.
“Masyaallah.... jadi dari tadi headset yang nempel di telinga itu bukan lagi dengerin lagu?!!” Batak geram karena merasa dibodohi sedang teman-temannya yang lain ketawa-ketiwi di belakang mereka.
            Memasang wajah polos dengan santainya Popok menggelengkan kepala seraya menunjukkan giginya yang berjejer rapi.
            Begitulah kebersamaan mereka kalau sedang berkumpul di basecamp. Mereka tidak ingin mengingat berapa waktu yang tersisa menghadapi perpisahan tapi mereka justru berpikir bagaimana memanfaatkan sisa waktu yang ada agar persahabatan mereka terjalin semakin erat. Ada kesedihan yang mendalam ketika mereka menyadari bahwa mau tidak mau atau siap tidak siap mereka akan terpisah oleh jarak. Mereka bertekad untuk menggapai impian mereka masing-masing. Sejauh apapun impian itu mereka akan kejar.
                                                                        ###
            “Wiih, hebat! Ada orang Amerika yang udah pernah menginjakkan kakinya di bulan.” ujar Batak mengalihkan perhatian tapi ternyata tidak berhasil kedua temannya masih sibuk dengan kegiatan masing-masing.
            Suko dengan handphonenya, Pentul dengan novel barunya sedangkan Welas, Popok dan Buntet belum datang. Hari ini mereka akan melanjutkan rapat yang kemarin. Mereka akan membuat janji persahabatan yang akan selalu mereka ingat kemanapun mereka pergi dan sejauh apapun jarak yang memisahkan.
            “Kalian kok enggak kaget sih dengernya?”
            “Cerita basi!” jawab Suko ketus.
            “Apanya yang basi?” tanya Popok tiba-tiba nimbrung.
            “Itu lho kata Batak ada orang amerika yang udah pernah pergi ke bulan. Hebat sih tapi lebih hebat aku! Lihat saja nanti aku akan mencetak sejarah baru. Orang Indonesia pertama yang pergi ke matahari.”
            “Matahari department store maksudnya?! huh… enggak lucu!”
            “Matahari asli dong yang terbit setiap pagi dan terbenam menjelang malam.”
            “Emang bisa? matahari kan panas?”
            “Aku kan perginya malam-malam.”
            Suko dan Batak tertawa terbahak seraya berkata dengan kompak “Ohh, tidak bisaa…”
            Setelah mereka berhenti tertawa dan kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing. Lalu tiba-tiba mereka dikagetkan oleh tawa Popok yang membahana.
            “Popok ngetawain apa?” tanya Pentul bingung.
            “Pergi ke matahari malam-malam ya? hahaha… bisa, bisa, lucu. Aku baru ngerti.” kata Popok sambil nyengir kuda.
            Hah gubrag?! Mereka sudah lupa dengan lelucon itu. Tapi akhirnya Suko, Pentul dan Batak jadi ikut tertawa bukan karena lelucon itu tapi karena menertawakan yang sedang tertawa.
Bandung Barat Pos edisi 98/11/2013

0 komentar:

Posting Komentar