Ilustrasi Asmarandana |
BEBENYIT ITU SAHABAT
Tiba-tiba Popok memasang wajah lesu.
“Popok kenapa?”
“Aku sedih kalian semua udah punya
rencana masing-masing. Welas yang mau jadi pramugari terus Suko yang mau jadi
perawat. Aku masih bingung sama diri sendiri. aku enggak yakin bisa menggapai
impian aku.”
“Jangan putus asa gitu dong kita kan
janji bakal terus semangat sampai nanti impian kita tercapai. Emangnya Popok
mau jadi apa?”
“Aku mau jadi duta kelautan tapi aku
gak bisa berenang.”
“Makanya kamu belajar berenang dan
menyelam dari sekarang. Segala impian apapun bakal tercapai dengan semangat dan
kerja keras”
“Ah tapi Buntet aja enggak bisa
terbang mau jadi pramugari kok.” ujar Popok polos.
“?!#@/*” kelima temannya menggaruk
kepala yang tak gatal.
Setelah beberapa jam mengadakan
rapat direksi partai bebenyit mereka mulai
menyadari arah pembicaraan yang semakin tidak jelas akhirnya mereka
memutuskan untuk men-skip rapat itu. Mereka berencana akan membuat rujak petis
kesukaan mereka. Sebelumnya mereka sudah mempersiapkan bahan-bahannya seperti
mangga, jambu air, kedongdong, nanas dan banyak buah-buahan yang lainnya.
Bumbunya ala kadar yaitu gula merah, asem, cabe dan garam.
“Pok, tolong ambilin mangga dong.”
kata Pentul minta tolong.
“Iya bentar…” Popok menyaut. Lalu ia
datang tergopoh-gopoh “Nih tangganya!”
“Buat apa tangga?” tanya Buntet
heran.
“Tadi katanya minta tangga?” ujar Popok
polos.
“Ya ampun, aku minta mangga Popok
bukan tangga.”
“Ohh… Kamu bangga punya sahabat
secantik aku? Yaelah Pentul biasa aja dong aku jadi malu.”
Semuanya menepuk jidat
masing-masing.
“Susah ya kalau punya temen ‘bude’,
budeg tapi PD.” celetuk Suko ketus.
“Astagfirulloh Popok makanya telinga
itu jangan ditutupin pake headset terus jadi enggak kedengaran orang lain
ngomong apa.”
Semuanya geleng-geleng kepala sambil
berdecak melihat tingkah sahabatnya yang satu ini.
“Lagi dengerin lagu apa sih Pok
kayaknya asik banget. Bagi ya!” Batak merebut batang headset dari telinga Popok
yang sebelah kiri. Popok masih santai. “Volumenya gedein dong!”
“Volume apa?!” tanya Popok seraya
menunjukan kabel headset yang tidak tersambung pada apapun.
“Masyaallah.... jadi dari tadi
headset yang nempel di telinga itu bukan lagi dengerin lagu?!!” Batak geram
karena merasa dibodohi sedang teman-temannya yang lain ketawa-ketiwi di
belakang mereka.
Memasang wajah
polos dengan santainya Popok menggelengkan kepala seraya menunjukkan giginya
yang berjejer rapi.
Begitulah
kebersamaan mereka kalau sedang berkumpul di basecamp. Mereka tidak ingin
mengingat berapa waktu yang tersisa menghadapi perpisahan tapi mereka justru
berpikir bagaimana memanfaatkan sisa waktu yang ada agar persahabatan mereka
terjalin semakin erat. Ada kesedihan yang mendalam ketika mereka menyadari
bahwa mau tidak mau atau siap tidak siap mereka akan terpisah oleh jarak.
Mereka bertekad untuk menggapai impian mereka masing-masing. Sejauh apapun
impian itu mereka akan kejar.
###
“Wiih, hebat! Ada
orang Amerika yang udah pernah menginjakkan kakinya di bulan.” ujar Batak
mengalihkan perhatian tapi ternyata tidak berhasil kedua temannya masih sibuk
dengan kegiatan masing-masing.
Suko dengan handphonenya,
Pentul dengan novel barunya sedangkan Welas, Popok dan Buntet belum datang.
Hari ini mereka akan melanjutkan rapat yang kemarin. Mereka akan membuat janji
persahabatan yang akan selalu mereka ingat kemanapun mereka pergi dan sejauh
apapun jarak yang memisahkan.
“Kalian kok enggak
kaget sih dengernya?”
“Cerita basi!”
jawab Suko ketus.
“Apanya yang
basi?” tanya Popok tiba-tiba nimbrung.
“Itu lho kata
Batak ada orang amerika yang udah pernah pergi ke bulan. Hebat sih tapi lebih
hebat aku! Lihat saja nanti aku akan mencetak sejarah baru. Orang Indonesia
pertama yang pergi ke matahari.”
“Matahari
department store maksudnya?! huh… enggak lucu!”
“Matahari asli
dong yang terbit setiap pagi dan terbenam menjelang malam.”
“Emang bisa?
matahari kan panas?”
“Aku kan perginya
malam-malam.”
Suko dan Batak
tertawa terbahak seraya berkata dengan kompak “Ohh, tidak bisaa…”
Setelah mereka
berhenti tertawa dan kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing. Lalu
tiba-tiba mereka dikagetkan oleh tawa Popok yang membahana.
“Popok ngetawain
apa?” tanya Pentul bingung.
“Pergi ke matahari
malam-malam ya? hahaha… bisa, bisa, lucu. Aku baru ngerti.” kata Popok sambil
nyengir kuda.
Hah gubrag?!
Mereka sudah lupa dengan lelucon itu. Tapi akhirnya Suko, Pentul dan Batak jadi
ikut tertawa bukan karena lelucon itu tapi karena menertawakan yang sedang
tertawa.
Bandung Barat Pos edisi 98/11/2013
0 komentar:
Posting Komentar