BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada dasarnya
setiap manusia memiliki perilaku yang berbeda antara masing-masing individu.
Perilaku manusia dipelajari dari ilmu psikologi dan pendekatan perilaku.
Perilaku adalah respon atas stimulus yang datang. Ini berarti perilaku seperti reflek
tanpa kerja mental sama sekali. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam
perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku
menyimpang. Perilaku individu tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku
sosial -yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi- karena
perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain.
Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan
diatur oleh berbagai kontrol sosial. Maka dari itu dinamika perilaku individu
dalam perspektif psikologi pendidikan dapat dilihat dari perspektif biologis,
behaviorisme, kognitif, psikoanalisis, dan fenomelogi.
Karakteristik
individu merupakan sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dengan yang lain,
yang dapat dilihat dari ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi, dan sikap.
karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang dapat menentukkan
prestasi belajar siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Sekolah merupakan lembaga formal yang bertugas mendidik dan mengembangkan
sikap, perbuatan, tingkah laku bagi peserta didiknya agar mencapai perkembangan
yang optimal. setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda di
tengah masyarakat, begitu pula seorang siswa akan bersikap dan bertingkah laku
di sekolah sesuai karakteristik yang dimiliki. Pengaruh karakteristik individu
terhadap prestasi belajar siswa dapat dilihat dari sejauh mana sikap, tingkah
laku dan kepribadian yang dimiliki siswa selama ini mampu membedakan antara
siswa yang satu dengan yang lainnya. Seberapa besar peranan siswa tersebut
untuk memberikan kontribusi di dalam dunia pendidikan, apakah dia termasuk
siswa yang berhasil dalam mengikuti proses belajar mengajar ataukah dia hanya
menganggap bahwa proses belajar mengajar itu hanya sebuah rutinitas yang harus
dikerjakan tanpa mengetahui pentingnya aktivitas pendidikan baginya.
Keberhasilan
pendidikan tak terlepas dari kemampuan pendidik/pembelajar dalam memahami
karakteristik individu yang berbeda. Psikologi pendidikan merupakan sumbangsih
dari ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia pendidikan dalam kegiatan
pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar, sistem evaluasi,
dan layanan konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan
terhadap peserta didik, pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah agar
tujuan pendidikan dapat tercapai secara sempurna dan tepat guna.
Berdasarkan
uraian di atas penyusun mencoba untuk mengupas materi dasar yang berkaitan
dengan Dinamika Perilaku Individu dalam Perspektif
Psikologisebagai alternatif bagi pendidik atau calon pendidik memahami perilaku
peserta didik guna pembelajaran bisa berjalan secara optimal.
1.2Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka kami merumuskan beberapa masalah yang akan kami
kaji, di antaranya:
1. Apa
pengertian dinamika perilaku individu?
2. Bagaimana
cara individu mengahadi lingkungannya?
3. Apa
motivasi individu itu?
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan serta menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi pembaca, khususnya:
1.
untuk
mengetahui pengertian dinamika individu
2.
untuk
mengetahui cara individu menghadapi lingkungan
3.
untuk
mengetahui motivasi individu
1.3 Metode
Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini yaitu menggunakan
metode obsevasi dan kepustakaan. Dalam metode ini penulis membaca buku dan
mencari via internet materi yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB 2
DINAMIKA PERILAKU INDIVIDU
DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI
2.1 Dinamika
Perilaku Individu
Dinamika
perilaku individu adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Adapun
lima aliran besar psikologi, yaitu:
2.1.1
Perspektif Biologi
Tokoh utama perspektif ini adalah Hipokrates. Dia
adalah bapak ilmu kedokteran yang sangat peduli terhadapat perkembangan
perilaku dan proses mental manusia dianalisis dari sisi biologis. Perspektif
biologis berupaya mengaitkan peristiwa listrik dan kimiawi yang terjadi dalam
tubuh terutama di dalam otak dan sistem saraf. Bagi Hipokrates yang mendasari
perilaku dan proses mental individu adalah neurobiology. Perilaku dan proses mental individu sangat
ditentukan oleh perkembangan neurobiology pada kedua belahan otak individu.
Perspektif biologis merupakan pendekatan psikologi yang menekankan pada
peristiwa yang berlangsung dalam tubuh mempeangaruhi perilaku, perasaan, dan
pikiran seseorang. Perspektif biologis memunculkan psikologi evolusi yaitu
suatu bidang psikologi yang menekankan pada mekanisme evolusi yang membantu
menjelaskan kesamaan diantara manusia dalam kognisi, perkembangan, emosi,
paraktik-praktik sosial, dan area lain dari perilaku. Kita bisa terima Charles
Darwin (1859) untuk menunjukkan dalam gagasan bahwa genetika dan evolusi
memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku manusia melalui seleksi alam.
Teori dalam perspektif biologi yang mempelajari
perilaku genomik mempertimbangkan bagaimana gen mempengaruhi perilaku. Sekarang
genom manusia dipetakan, mungkin suatu hari kita dapat memahami bagaimana lebih
tepatnya bagaimana perilaku dipengaruhi oleh DNA. Faktor biologis seperti
kromosom, hormon, dan otak semua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku manusia, untuk jenis kelamin misalnya, pendekatan biologis berpendapat
bahwa perilaku sebagian diwariskan dan memiliki fungsi atau evolusi adaptif.
Misalnya, minggu-minggu segera setelah kelahiran anak tingkat testosteron pada
ayah hampir lebih 30%.
Psikolog biologi menjelaskan perilaku dalam
neurologis yaitu fisiologi dan struktur otak dan bagaimana ini mempengaruhi
perilaku. Banyak psikolog biologi telah berkonsentrasi pada perilaku abnormal
dan telah mencoba menjelaskannya. Misalnya psikolog biologi percaya bahwa
skizofrenia dipengaruhi oleh tingkat dopamine (neurotransmitter).
Temuan ini telah membantu psikiatri lepas landas dan
memantu meringankan gejala penyakit mental melalui obat-obatan. Namun Freud dan
disiplin lain berpendapat bahwa ini hanya mempelakukan gejala dan bukan
penyebabnya. Disinilah psikolog kesehatan mengambil temuan bahwa psokolog
biologis memproduksi dan melihat faktor-faktor lingkungan yang terlibat untuk
mendapatkan gambaran yang lebih baik.
2.1.2 Perspektif
Behaviorisme
Tokoh perspektif
ini yang paling terkenal diantaranya Ivan P. Pavplop dan John B. Watson.
Perspetif ini memandang perilaku sebagai aktivitas suatu individu yang dapat
dideteksi, seperti bericara, tertawa, dan menangis. Pada perspektif ini yang
dilihat perilaku individu ketimbang pada otak dan sistem sarafnya. Salah satu
cabang perspektif ini adalah analisis stimulus respons (S-R). S-R mempelajari
stilumuli yang relevan dilingkungan, respons yang ditimbulkan stimuli tersebut,
dan hadiah atau hukuman yang terjadi setelah respons tersebut. Stimulus (S)
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang merangsang individu berperilaku atau
melakukan proses mental yang ditunjukkan oleh individu. Mekanisme perilaku
menurut perspektif ini sebagai berikut:
a.
S-R
Pada
mekanisme ini ketika stimulus atau rangsangan untuk berperilaku datang maka
individu harus berperilaku sebagai respons atau jawaban atas stimulus tersebut.
Para ahli psikologi berpendapat bahwa mekanisme perilaku ini termasuk mekanisme
perilaku tidak sadar. Misalnya pada saat seseorang sedang melamun dicubit dari
belakang ia langsung tersentak sembari berkata “aw” atau “aduh” dan perilaku
lainnya.
b.
S-O-R
Pada
mekanisme ini perilaku terjadi pada saat stimulus (S) datang lalu diterima oleh
organisme (O) dan organisme memberi respons (S). Artinya, pada mekanisme ini
stimulus tidak otomatis direspon langsung oleh organisme, mungkin dirasakan
dulu baru direspon. Para ahli hampir berkesimpulan bahwa perilaku ini termasuk
perilaku sadar.
c.
S-O-t-W-e-R
Pada
mekanisme ini, stimulus (S) diterima oleh organisme (O) melalui reseptor (r)
yang diteruskan ke World (W) untuk proses selanjutnya dimunculkan oleh efektor
(e) dalam bentuk perilaku atau respons (R). Pada dinamika ini yang dimaksud
reseptor adalah panca indera, world (W) adalah proses kognitif termasuk
perseptual, dan efektor (e) adalah fasilitas atau perlengkapan permunsulan
respons. Para ahli sepakat bahwa model perilaku inilah yang disebut perilaku
sadar.
2.1.3
Perspektif Kognitif
Dalam perspektif
kognitif sebagian kembali pada akar kognitif dari psikologi, yakni persepsi.,
daya ingat, penalaran, dan pemutusan pilihan. Sebagian lagi sebagai reaksi dari
behaviorisme. Perspektif ini didasari oleh penelitian tentang kognisi modern
yang didasarkan pada asumsi berikut:
a.
Hanya
dengan mempelajari proses mental kita dapat sepenuhnya memahami apa yang
dilakukan oleh ahli suatu organisme.
b.
Kita
dapat mempelajari proses mental secara objektif dengan memfokuskan pada
perilaku spesifik, sama seperti yang dilakukan oleh ahli perilaku tetapi
menginterpretasikannya dalam kaitan proses mental dasar.
Pada perspektif
ini interpretasi menggunakan analogi antara pikiran dan komputer, yakni
informasi yang masuk diproses dengan berbagai cara: dipilih, dibandingkan, dan
dikominasikan dengan informasi lain yang telah ada dalam memori,
ditransformasikan, disusun kembali dan seterusnya. Berikut ini conton
interpretasi kognitif, misalnya analisis tentang respon tentang seseorang
dicemooh oleh orang yang tidak dikenal, dikenal, dan pernah menyakitkan:
a.
Respons
terhadap cemoohan orang yang tidak dikenal cenderung lemah atau diabaikan
b.
Respons
terhadap cemoohan orang yang dikenal lebih kuat/lebih agresif daripada respons
kepada yang tidak dikenal.
c.
Respons
terhadap cemoohan orang yang pernah menyakitkan cenderung lebih agresif dan
lebih kuat daripada respons terhadap orang yang tidak dikenal atau dikenal
saja. Ini bisa terjadi karena pengetahuan yang ada dalam kognisi yang disebut
dengan struktur kognitif menurut istilah Piaget (tidak dikenal, dikenal, dan
penah menyakitkan) yang mengendalikan perilaku organisme.
2.1.4
Perspektif Psikoanalisis
Tokoh utama
perspektif ini adalah Sigmund Freud. Salah satu pengikutnya adalah Gustav Jung.
Asumsi dasar teori Freud adalah ahwa seagian besar perilaku manusia berasal
dari proses bawah sadar (unconscious). Meski
jung merupakan murid dan pengikut Freud, tetapi dalam konsep ini Jung
berpendapat bahwa perilaku manusia pada prinsipnya merupakan collective unconscious (ketidaksadaran
kolektif). Menurut Freud sifat dasar manusia adalah negatif, ia yakin bahwa
manusia berperilaku didorong oleh insting yang sama seperti hewan (terutama
seks dan agresi). Dinamika perilaku ditentukan oleh id, ego, dan super ego. Id
merupakan insting atau naluri. Oleh sebab itu jika manusia berkembang hanya
instingnya saja tidak ada bedanya dengan hewan. Oleh sebab itu juga id sering disebut
dengan dorongan hewani. Id tidak mengenal benar dan salah dan senantiasa bergerak
berdasarkan prinsip pleasure, yakni
kenikmatan atau kesenangan. Sementara itu ego merupakan unsur kepribadian yang
berpegang teguh pada prinsip kebenaran berdasarkan logika. Sedangkan super ego
merupakan unsur kepribadian yang bekerja berdasarkan moral. Jika perkembangan
manusia didominasi oleh egonya saja ia akan seperti binatang, tetapi jika yang
berkembang pada manusia hanya sisi superegonya saja ia akan seperti malaikat.
Menurut perspektif ini perkembangan yang ideal adalah perkembangan yang
seimbang antara id, ego, dan super ego.
2.1.5
Perspektif Fenomenologi
Perspektif
fenomenologi sering disebut sebagai psikologi humanistik. Perspektif ini
menekankan kualitas yang membedakan manusia dari hewan. Terutama dilihat dari
sisi potensi. Perspektif ini memandang kekuatan motif utama individual adalah
kecenderungan ke arah pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia memiliki
potensi dan memiliki kebutuhan dasar untuk mengemangkan potensinya sampai penuh
(aktualisasi diri). Dinamika perilaku sangat ditentukan oleh proses dinamika
motivasi yang sehat, yakni dinamika motivasi yang ditandai dengan pencapaian
tujuan (goal). Keberhasilan pencapaian tujuan saat ini cenderung memuat manusia
bergerak untuk menempuh tujuan berikutnya. Ketidakpuasaan manusia dalam
pencapaian tujuan dipandang positif sebagai dasar pencapaian aktualisasi diri.
Sementara itu manusia yang gagal dalam mencapai tujuannya akan frustasi yang
biasa ditunjukkan dengan berbagai perilaku maladjusment seperti konvensasi,
sulimasi, rasionalisasi, proyeksi, regresi, represi, agresi, dan
sebagainya.
2.2
Interaksi Individu dengan Lingkungan
Menurut Nana
Syaodih (2011: 57) salah satu ciri esensial dari individu adalah bahwa ia
selalu melakukan kegiatan atau berperilaku. Kegiatan individu merupakan
manifestasi dari hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Individu melakukan kegiatan selalu dalam interaksi dengan lingkungannya,
lingkungan manusia dan bukan manusia.
Secara garis
besar ada dua kecenderungan interaksi individu dengan lingkungannya, yaitu (a)
individu menerima lingkungan, dan (b) individu menolak lingkungan. Sesuatu yang
datang dari lingkungan mungkin diterima oleh indvidu sebagai sesuatu yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sesuatu yang menyenangkan atau
menguntungkan akan diterima oleh individu, tetapi yang tidak menyenangkan akan
ditolak atau dihindari.
2.2.1
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri
merupakan salah satu bentuk interaksi yang didasari oleh adanya penerimaan atau
saling mendekatkan diri. Terhadap hal-hal yang disenangi atau dirasakan
menguntungkan individu akan melakukan erbagai entuk kegiatan penyesuaian diri.
Dalam penyesuaian diri yang diuah atau disesuaikan bisa hal-hal yang ada pada
diri individu (autoplastic) atau
dapat hal-hal yang ada pada lingkungan yang diuah sesuai kebutuhan individu (alloplastic) atau penyesuaian diri
autoplastis dan alloplastis terjadi secara serempak.
Bentuk
penyesuaian diri otoplastis yang paling elementer adalah peniruan atau imitasi.
Diawali dengan upaya tidak sadar, baru kemudian menjadi lebih sadar, individu
yang lahir dalam keadaan lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa akan meniru apa saja yang diperlihatkan oleh
lingkungan. Mulai dari kecakapan berbahasa yang sesuai dengan lingkungan dimana
ia dibesarkan, cara berpakaian, berpenampilan, berpikir, watak, dan lain
sebagainya. Peniruan ini bukan hanya menyangkut aspek-aspek tertentu tetapi
dapat juga menyangkut sebagian besar atau keseluruhan dari kepribadian
individu.
Selain meniru
atau imitasi, belajar merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri dari
otoplatis. Belajar pada dasarnya merupakan salah satu upaya pengubahan perilaku
individu, baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor, agar sesuai
dengan tuntutan atau datas mengtasi tantangan yang datang dari lingkungan.
Makin tinggi tuntutan lingkungan makin meningkat pula upaya belajar yang harus
dilakukan individu.
Bentuk
penyesuaian diri alloplastis dimanifestasikan dalam berbagai bentuk usaha
mempengaruhi, mengubah, memperbaiki, mengembangkan, dan menciptakan yang baru.
Seseorang mungkin akan berusaha mempengaruhi jalan pikiran seseorang agar
sesuai dengan keinginannya. Karena seseorang kurang cocok dengan lingkungan
yang dihadapinya, maka ia berusaha mengadakan perubahan atau perbaikan.
Dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan mungkin juga terjadi secara serempak proses
otoplastis dan alloplastis. Ini terjadi dalam kegiatan kompetensi, kooperasi,
dan berbagai bentuk usaha pemecahan masalah bersama. Dalam suatu situasi
kompetensi masing-masing individu atau kelompok yang terlibat berusaha
memperbaiki atau meningkatkan dirinya. Peningkatan pada diri seseorang
mendorong orang lain untuk berusaha melebihinya. Masing-masing individu
memperbaiki diri untuk mencapai tujuan bersama dan kepentingan bersama.
Penyesuaian diri
terhadap lingkungan ini sesungguhnya manusia maju dan berkembang bukan
hanya dalam kecakapan-kecakapannya
tetapi juga hal-hal yang ada diluar dirinya, yaitu lingkungan. Peningkatan
berbagai bidang sosial, ekonomi, politik, keamanan, dan lain-lain, pada
dasarnya merupakan usaha pemecahan masalah dalam bidang tersebut. Dengan
demikian akan selalu menuntut perubahan baik pada diri individu seagai subjek
dan lingkungan sebagai objek.
2.2.2
Penolakan
Terhadap hal-hal
yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman individu akan
melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini bermacam-macam, tetapi
garis besarnya dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu perlawanan (agression) dan pelarian (withdrawl). Apabila individu merasa
kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang mengancam
dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap
lingkungannya, tetapi apabila merasa lemah tidak mempunyai kekuatan untuk
melawan lingkungan maka akan menghindarkan diri atau melarikan diri.
Bentuk perilaku
menentang atau melawan ini bermacam-macam, mulai dari menggerutu, mencela atau
mencaci maki, memarahi, sampai dengan merusak dan menghancurkan. Demikian pula
dengan penghindaran atau pelarian, entuknya bermacam-macam, seperti perbuatan
diam tidak memberikan reaksi, tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri
dari tugas atau tanggung jawab, mencari-cari kegiatan pengganti, mabuk,
menyalahgunakan narkotika, berjudi, mencari kekuatan yang bersifat irrasional,
dan lain-lain.
2.3
Motivasi
Motivasi dapat
diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
presistensi dan entusiasmenya dalam melakukan suatu kegiatan, baik yang
bersumber dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik). Maupun dari
luar individu itu sendiri (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkan, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan yang
lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer dan peneliti, terutama terkaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
a.
Konteks
studi psikologi
Abin
Syamsudin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya:
1.
Durasi
kegiatan;
2.
Frekuensi
pada kegiatan;
3.
Presistensi
pada egiatan;
4.
Ketabahan,
keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan ;
5.
Devosi
dan pengoranan untuk mencapai tujuan;
6.
Tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.
Tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan;
8.
Arah
sikap terhadap sasaran kegiatan;
b.
Teori
Herzerg (teori dua faktor)
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud
dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg yang tergolong sebagai faktor
motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan individu dengan atasannya, hubungan individu dengan
rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia,
kebijakan oganisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan
sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam
memahami dan menerapkan teoi Herzerg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor
mana yang leih berpengaruh dalam hidup seseorang, apakah yang bersifat
intrinsik atau ekstrinsik.
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dinamika
perilaku individu adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh individu dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika.
Menurut perspektif kognitif lebih menekankan bahwa perilaku adalah proses
mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan, dan menanggapi stimulasi sebelum melakukan reaksi. Menurut
perspektif behaviorisme manusia adalah mesin (homo mechanicus) yang perilakunya dikendalikan oleh lingkungan.
Dalam pendidikan
pun dinamika perilaku individu perlu diterapkan agar kegiatan bimbingan dan konseling
kelompok bisa berjalan dengan lancar, dinamis, dan tujuan yang diinginkan
tercapai. Psikologi memberikan sumbangan terhadap pendidikan karena subjek dan
objek pendidikan adalah manusia (individu). Psikologi memberikan wawasan
bagaimana memahami perilaku individu, proses pendidikan serta membantu individu
agar dapat berkembang optimal dalam menghadapi tantangan yang datang dari
lingkungan. Penerimaan individu terhadap lingkungungannya berupa penyesuaian
diri atau justru penolakan.
Energi yang
dimiliki individu baik itu bersifat intrinsik maupun ekstrinsik disebut
motivasi. Energi atau kekuatan ini dimiliki individu ini guna melakukan
kegiatan berupa tindakan atau perilaku.
3.2 Saran
Setiap individu
tentu mempunyai perilaku yang berbeda dalam menghadapi lingkungannya, begitupun
motivasi yang dimiliki. Sebagai pendidik tentu hendaknya mempelajari dinamika
perilaku setiap individu di dalam kelas (siswa) guna memahami karakteristik
siswa agar tecapainya pengelolaan kelas yang kondusif dan efesien.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata, 2005, Landasan
Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja,
La Sulo, 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Asdi Mahastya.
Abin
Syamsuddin Makmun, 2003. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Desmita,
2007. Psikologi Perkembangan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/11/memahami-perilaku-individu-2/
0 komentar:
Posting Komentar