Sudah terlewat oktober tahun ketiga aku bertahan disini. Kalau ditanya
betah atau tidak, jawabnya sangat meragukan "Betah sihh, tapiii...."
Ada hal yang membuat sangat berat hati untuk meninggalkan, tapi banyak
hal pula yang terkadang ingin lepas.
Karena terlanjur maka lebih baik untuk lanjut. Mungkin akan lain
lagi ceritanya kalau tidak menjawab iya ketika diberikan sebuah
pertanyaan yang pilihannya hanya iya atau tidak. Memang setiap manusia
ceroboh pada waktu. "Kenapa tidak dari dulu? Kenapa baru kepikiran
sekarang?" Hahh... Tapi yaa sudah jalani saja kalau memang sudah ini
takdirnya.
Beratnya harus meninggalkan suatu keinginan yang terkabul dalam doa.
Jawaban atas kesusahan, kebingungan, sempit untuk berfikir dan
bertindak setelah lelah mencari.
Berat juga untuk melepas sesuatu yang mungkin jarang atau tidak akan
ditemui ditempat lain. Karena yang dicari di dunia ini bukan hanya
materi atau segala yang mengenyangkan lahiriyah nya saja. Kalau berpatok
pada finansial yang didapat memang jauh untuk mencapai kata mencukupi.
Tapi pernahkah kamu merasa asyik dengan obrolan ringan bersama
orang-orang disekitarmu? Dari satu pertanyaan kecil yang membuka
pikiranmu untuk mengerti dunia dan akhiratmu. Itulah ilmu. Berkah atas
hasil yang didapat meski tidak mencukupi tapi selalu ada jalan untuk
menutupi kekurangan.
Akan tetapi disamping rasa nyaman ada hal yang membuat gemas menahan
kepalan tangan kuat-kuat dan pada akhirnya yang keluar hanya air mata
sebagai bentuk protes pada keadaan. Hal yang mengatasnamakan idealis,
perfectionis, agamis, materialistis, Senioritas dan segala macam
ke-isme-an lainnya.
Orang lain mungkin menjaga harga diri dan nama baik itu jauh lebih
penting diatas segalanya. Sedang aku ingin melakukan itu tak bisa. Bukan
untuk menyerah pada keadaan tapi justru untuk menyelamatkannya. Kalau
pertanyaannya pernahkah kamu makan hati dalam urusan pekerjaanmu?
Pernahkah kamu menangis karena pekerjaanmu? Mungkin orang lain juga
mengalaminya. Bukan aku saja. Tapi faktanya bukan pekerjaannya yang
menyebabkan itu semua. Justru keadaan orang-orang sekitar yang pada
akhirnya dihadapkan pada dua pilihan "menyerah atau bertahan".
Kalau pilihannya menyerah karena alasan "makan hati dan menangis"
sudah kulakukan sejak tahun pertama. Mulut-mulut usil yang menyakitkan
yang bisanya mengomentari dan mengkritik tapi tidak ngaca diri. Memberi
saran yang kesannya memaksa. Canda-candaan yang bukan pada tempatnya.
Merasa lebih tahu lebih faham lebih mengerti sehingga merasa tak perlu
mendengar suara-suara sumbang lainnya. Mengandalkan nama besar atau
jabatan sehingga aturan hanya miliknya.
Waktu membawa perubahan yang membuat aku semakin tahu. Urusan dosa
lebih baik kita nafsi-nafsi saja. Karena untuk memberontak aku cukup
berteriak dalam hati. Tak ada telinga yang siap mendengar keluh kesahku
dan tak ada waktu untuk sekedar mendengarkan pendapat dan penjelasan
dari orang yang tidak mengerti sepertiku. Mereka terlalu sibuk dengan
urusannya, dengan visi dan misinya sendiri.
Pernah aku coba membantu tapi ujungnya SALAH BESAR!
Aku bungkam dan terus berjalan...
Rabu, 25 Desember 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar