Rabu, 25 Desember 2013

Ngaca Diri, Ngaji Hati

Edit Posted by with No comments
Sudah terlewat oktober tahun ketiga aku bertahan disini. Kalau ditanya betah atau tidak, jawabnya sangat meragukan "Betah sihh, tapiii...." Ada hal yang membuat sangat berat hati untuk meninggalkan, tapi banyak hal pula yang terkadang ingin lepas.

Karena terlanjur maka lebih baik untuk lanjut. Mungkin akan lain lagi ceritanya kalau tidak menjawab iya ketika diberikan sebuah pertanyaan yang pilihannya hanya iya atau tidak. Memang setiap manusia ceroboh pada waktu. "Kenapa tidak dari dulu? Kenapa baru kepikiran sekarang?" Hahh... Tapi yaa sudah jalani saja kalau memang sudah ini takdirnya.

Beratnya harus meninggalkan suatu keinginan yang terkabul dalam doa. Jawaban atas kesusahan, kebingungan, sempit untuk berfikir dan bertindak setelah lelah mencari.

Berat juga untuk melepas sesuatu yang mungkin jarang atau tidak akan ditemui ditempat lain. Karena yang dicari di dunia ini bukan hanya materi atau segala yang mengenyangkan lahiriyah nya saja. Kalau berpatok pada finansial yang didapat memang jauh untuk mencapai kata mencukupi. Tapi pernahkah kamu merasa asyik dengan obrolan ringan bersama orang-orang disekitarmu? Dari satu pertanyaan kecil yang membuka pikiranmu untuk mengerti dunia dan akhiratmu. Itulah ilmu. Berkah atas hasil yang didapat meski tidak mencukupi tapi selalu ada jalan untuk menutupi kekurangan.

Akan tetapi disamping rasa nyaman ada hal yang membuat gemas menahan kepalan tangan kuat-kuat dan pada akhirnya yang keluar hanya air mata sebagai bentuk protes pada keadaan. Hal yang mengatasnamakan idealis, perfectionis, agamis, materialistis, Senioritas dan segala macam ke-isme-an lainnya.

Orang lain mungkin menjaga harga diri dan nama baik itu jauh lebih penting diatas segalanya. Sedang aku ingin melakukan itu tak bisa. Bukan untuk menyerah pada keadaan tapi justru untuk menyelamatkannya. Kalau pertanyaannya pernahkah kamu makan hati dalam urusan pekerjaanmu? Pernahkah kamu menangis karena pekerjaanmu? Mungkin orang lain juga mengalaminya. Bukan aku saja. Tapi faktanya bukan pekerjaannya yang menyebabkan itu semua. Justru keadaan orang-orang sekitar yang pada akhirnya dihadapkan pada dua pilihan "menyerah atau bertahan".

Kalau pilihannya menyerah karena alasan "makan hati dan menangis" sudah kulakukan sejak tahun pertama. Mulut-mulut usil yang menyakitkan yang bisanya mengomentari dan mengkritik tapi tidak ngaca diri. Memberi saran yang kesannya memaksa. Canda-candaan yang bukan pada tempatnya. Merasa lebih tahu lebih faham lebih mengerti sehingga merasa tak perlu mendengar suara-suara sumbang lainnya. Mengandalkan nama besar atau jabatan sehingga aturan hanya miliknya.

Waktu membawa perubahan yang membuat aku semakin tahu. Urusan dosa lebih baik kita nafsi-nafsi saja. Karena untuk memberontak aku cukup berteriak dalam hati. Tak ada telinga yang siap mendengar keluh kesahku dan tak ada waktu untuk sekedar mendengarkan pendapat dan penjelasan dari orang yang tidak mengerti sepertiku. Mereka terlalu sibuk dengan urusannya, dengan visi dan misinya sendiri.
Pernah aku coba membantu tapi ujungnya SALAH BESAR!
Aku bungkam dan terus berjalan...

0 komentar:

Posting Komentar