Seminggu berlalu tanpa hentinya Atri bercerita kejadian bahagianya pada Desti, sahabatnya. Atri bahagia karena dia baru saja jadian dengan cowok populer yang menjadi incaran cewek-cewek seantero kampus, termasuk Desti! Memang bukan cerita aneh lagi kalau dua orang sahabat menyukai seorang cowok yang sama, apalagi itu Yudis! Saat KPK (Komisi Pemilihan Kekasih) menjatuhkan vonis hati Yudis hanya untuk atri, maka Desti memutuskan untuk mundur secara perlahan.
Atri sangat bahagia sekali. Rasanya seumur-umur baru kali ini dia terlihat begitu bersemangat. Begitu bahagianya sampai-sampai senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Bukan itu saja, untuk yang kesekian kalinya Atri bercerita tentang adegan penempakan hatinya pada Desti. TKP-nya di taman belakang sekolah. Uuh…Romantis! Sepertinya kejadian itu sudah menjadi lembaran sejarah yang dalam hidup Atri yang patut diabadikan di meuseum cinta.
Tak heran kalau Atri bisa sebahagia itu. Yudis, cowok yang tercipta dengan tampang ganteng nan rupawan yang mampu meluluhkan hati setiap cewek hanya dengan seutas senyuman, (Aiih, pokoknya Kimbum lewat!) bisa jatuh kepelukan Atri begitu saja. Tanpa ada aba-aba terlebih dahulu. Siapa sangka, seorang Atri yang tak pernah bermimpi bahkan berharap bisa mendapatkan seorang pangeran. Atri bukanlah cewek bermuka badak yang berani berandai-andai tentang Yudis. Cowok itu tak selevel dengan Atri. Dia terlalu sempurna, sedangkan Atri? Oho, mamamia sekali.
Boleh dibilang Atri cewek yang serba sederhana, dari penampilan sampai cara bersikap. Semua mencerminkan kesederhanaan. Atri tak punya daya tarik yang perlu diagungkan. Dan itu seakan membuat Atri seakan terisolir dari area cinta. Desti sebagai sahabatnya dengan amat rendah hati memvonis Atri sebagai cewek yang paling betah ‘nganggur’.
“Ngapain kamu ngajak aku kesini?” tanya Atri bingung setelah Yudis menyuruhnya duduk dikursi taman.
Yudis tak menjawab pertanyaan Atri. Dia malah menatap Atri sedemikian rupa. Hatinya teraduk-aduk. Jantungnya dag dig dug der Daiya.
“Jangan menatap aku seperti itu, aku risih!”
“Kenapa? Apa kamu melihat ada cinta di mataku?”
Aiiihh, gubrag! Apa tak ada kalimat yang lebih bagus dari itu? Norak banget!
“Eee… maksud kamu apa, Yud?”
Atri terbangaun dari tempat duduknya dan berdiri membelakangi Yudis. Ia tak mau Yudis melihat wajahnya yang memerah seperti tomat.
“Maksudku…”
Perkataan Yudis tertahan. Perlahan ia menarik napas. Mengatur irama detak jantungnya.
“Ah, maaf aku tak bisa basa-basi! Aku hanya ingin mengatakan kalau aku suka sama kamu, Atri!”
“Hah?!”
Deg. Seperti mendapat durian runtuh. Ups, salah! Kalau beneran dijatuhi durian runtuh alamat bisa babak belur. Tapi memang tak ada perumpaan yang cocok untuk menggambarkan keterkejutan Atri saat itu. Surprise bin kaget! Atri mengira ini lakon dalam mimpinya. Atau cara bercanda Yudis yang benar-benar tidak lucu.
“Atri, kamu baik-baik aja kan?” tanya Yudis khawatir.
Atri masih shock!
“Atri?!”
“Eh, iya kenapa?”
“Gimana? Apa kamu jadi pacar aku?”
“A..a…aaku?” Atri menunjuk wajahnya, bego.
“Iya, kamu!”
“Tapi kenapa harus aku? Banyak kok cewek-cewek cantik yang berharap sama kamu. Mereka lebih cantik, lebih pinter, lebih….”
“Karena aku sukanya sama kamu!” Yudis memotong kalimat Atri. Dia tahu atri mempunyai rasa rendah diri yang berlebihan.
Tiba-tiba Atri butuh oksigen untuk bernapas. Penyakit bengeknya kambuh! Aiih, ini bukan mimpi. Ia bersorak dalam hati. Berjingkrak-jingkrak joget India. Caiya..caiya!! Tapi ketika Atri melihat Yudis yang harap-harap cemas menunggu jawaban darinya, Atripun segera merangkai kata-kata romantis agar Yudis semakin hatuh hati padanya.
“Ya deh aku mau.” Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Atri. Huft, kemampuan sastranya lemah!
Atri terus menertawakan dirinya setiap kali mengingat kejadian itu. Membayangkan betapa konyolnya ia dihadapan Yudis. Tapi Yudis orangnya baik Ia tak pernah mengatakan kalau atri itu cewek aneh seperti kata teman-teman sekampusnya. Yudis hanya mengatakan kalau Atri itu cewek terunik yang pernah ia temui. Heum, sama saja!
“Hei, ngelamun aja! Entar kesambet setan lewat lho…” goda Atri pada Desti yang sedang menyepi dalam pikirannya.
“Des?”
“Hem….”
“Kamu kenapa sih semenjak aku jadian sama Yudis kamu kok jadi beda gitu?”
“Perasaan kamu aja kali …” jawab Desti ogah – ogahan sambil terus mengaduk-aduk bakso di depannya. “Kamu enggak nyadar yang sebenernya berubah itu kamu, bukan aku! Sekarang kamu kan pacarnya Yudis, cowok popular di kampus kita. Otomatis derajat kamu naik ke tangga paling atas.”
“Oh, iya sih sekarang aku pacaran sama Yudis. Masih enggak percaya. Hehe…” Atri tersenyum geli.
“Aku heran sama kamu….dulu kamu bilang enggak akan pernah ikut-ikutan mengejar Yudis. Bagi kamu itu aib. Tapi, sekarang kamu malah jadi orang nomor satu sebagai pengagum Yudis!”
“Iya sih aku ngaku aku itu munafik. Tapi mau gimana lagi, hanya cewek bodoh yang menolak kalau ditembak cowok seperti Yudis!”
Desti merasa envy mendengar perkataan Atri yang setiap kali mereka bertemu topic pembahasan yang mereka obrolkan pasti tentang Yudis.
“Mau kemana?”
“Ke perpus!” Desti beranjak pergi.
“Wait! Baksonya?”
“Udah enggak nafsu ahh”
“Buat aku ya?” Atri nyengir.
“Boleh. Tapi jangan lupa bayar sendiri!”
“Ngeekk”
Sebulan berlalu Atri menjalin hubungan dengan Yudis tanpa ada perubahan yang signifikan!
Hari itu Atri berlari tergesa-gesa. Mencari sesuatau yang hilang dari hidupnya. Hilir mudik mengelilingi kampus. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Dia mencari Desti, sahabatnya. Sudah satu minggu belakangan ini Desti seolah-olah menghindari dirinya, bahkan ia tak masuk kampus! Maka dari itu saat Atri tahu hari ini Desti masuk kampus lagi Atri langsung mencari-carinya.
Setiap orang ditanyai Atri. Tetapi jawaban mereka berbeda-beda.
“Hey Lis, kamu lihat Desti enggak?” tanya Atri pada salah satu cewek-cewek yang sering mengadakan rapat DPR (Dibawah Pohon Rindang).
“Emang gue emaknya!” jawab cewek itu ketus.
“Sorry…” Atri berkata lesu. “ Kalau kamu Nes, kamu lihat Des…”
“Enggak!” potong Nesty. Sekelompok cewek itu lalu membubarkan diri. Atri merasa ada yang aneh dengan orang-orang disekitarnya. Eits, bukan aneh lagi, tapi sangat aneh. Dia baru sadar perlakuan teman-teman dikampusnya menjadi berubah setelah satu bulan Atri meresmikan diri menjadi kekasih Yudis. Aiih, ternyata mereka cemburu melihat kedekatan Atri dengan Yudis.
“Kamu kenapa?” tanya Desti yang tiba-tiba nongol di depan muka Atri.
“Destiii….” Atri langsung memeluk Desti dengan erat. Dia bahagia melihat sahabatnya lagi.
“Aduuh, kamu kenapa sih?”
“Kamu kemana aja udah seminggu enggak ada kabar?”
“Sorry… Aku sibuk mempersiapkan wedding party buat kakak aku.”
“Oh gitu, aku kira kamu marah gara-gara aku jadian sama Yudis!”
“Enggaklah itu kan hak kamu. Oh iya, gimana kabar hubungan kalian?”
“Aku udah putus sama Yudis.”
Pernyataan Atri itu membuat ribuan ekor mata mengintainya. Cewek-cewek yang lagi asyik menggosip ria dihalaman kampus langsung serentak memasang telinga mereka baik-baik. Mereka tak ingin melewatkan berita teraktual, tajam dan terpercaya langsung dari sumbernya.
“Lho kenapa?”
“Aku bosen, ternyata pacaran sama orang ganteng dan popular itu banyak gak enaknya. Aku banyak dimusuhin sama fans-fansnya Yudis. Kemana mana selalu diintrogasi. Dan aku enggak mau cemburu melihat Yudis selalu dikerumuni cewek-cewek, makanya aku putusin dia.”
“ Itu kan resiko orang ganteng.”
“Iya, tapi aku belajar sesuatu dari moment ini. Aku enggak mau kehilangan waktu bersama sahabatku lagi.”
“Heum, seperti apapun kamu, kamu tetaplah sahabatku!”
“Ahh so sweet. Berpelukan!”
“Wait! Kalau kamu udah putus sama Yudis berarti dia jumbo dong?”
“Kamu masih mau sama dia?”
“Just kidding.” goda Desti.
Kebahagiaan Atri hari itu berlipat-lipat. Tak ada rasa sedih sedikitpun karena dia harus putus dengan Yudis. Dia yakin telah mengambil keputusan yang tepat. Sebenarnya dari awal dia tidak tertarik pada Yudis. Dia menerima Yudis hanya mengikuti tren perasaan yang sedang melanda hati para cewek-cewek di kampusnya.
Tapi, dia akan tetap mengingat moment dimana Yudis menyatakan cintanya di taman kala itu. Setidaknya hanya sebatas kenangan bahwa seorang Atri pernah ditembak pangeran kampus.
Jumat, 08 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar