Jumat, 08 Juli 2011

LOUGH OUT LOUD (LOL) WITH BEBENYIT

Edit Posted by with No comments
Seperti biasanya, sepulang sekolah anak-anak Bebenyit nongkrong di basecamp. Bebenyit adalah sekelompok remaja beranggotakan enam orang. Silsilah bebenyit di bentuk berdasarkan penilaian orang-orang melihat mereka yang cerewet, bawel dan pembuat onar. Tapi, kenakalan mereka masih dalam batas kewajaran sebagai remaja yang mencari jati diri. Hah, klise!
Mereka masih kelas 3 SMP. Satu sekolah dan selalu bersama beriringan teratur seperti bebek. Ups, itu tandanya persahabatan mereka tak bisa dipisahkan. Banyak kekonyolan yang terjadi dalam kebersamaan mereka.
Enam orang itu punya nama. Nama mereka tidak sembarangan bahkan mungkin langka. Yang pertama sebut saja panggilannya POPOK. Popok adalah sejenis pamper yang digunakan bayi agar tidak ngompol di celana. Yah, itulah sebutannya. Tega bukan? Tapi namanya juga anak remaja, tidak ada maksud menyinggung perasaan ataupun menyakiti hati seseorang. Just for fun, hanya sekedar lucu-lucuan. Tinggi badannya tidak terlalu tinggi alias pendek. Tubuhnya kecil dan kurus. Karakternya aneh. Bahkan dengan berat hati teman-temannya memberi penghargaan sebagai orang terpolos nomor 1. Ckckk…
Yang kedua dan ketiga adalah Buntet dan Pentul. Kata orang mereka kembar, tapi beda produksi. Tinggi badan mereka hampir sama. Tapi lebih tinggi Pentul satu centi. Buntet, orangnya neko-neko. Apalagi urusan cowok. Heum, boleh ditanya deh berapa banyak mantannya saat dia menginjak usia empat belas tahun? Dan satu lagi kata orang dia mirip Arumi Bachsin. Mungkin karena tampangnya paling bule diantara yang lain. Kalau Pentul sifatnya pemikir. Dia lebih memprioritaskan pelajaran dan kata-kata orang tua diantara kegiatan lain. Makanya dia tak pernah lepas dari ranking 1 di kelasnya. Wiihhh, tepuk tangan!
Selanjutnya Zuko. Kalau yang suka kartun terutama film Avatar the legend of Aang pasti tahu nama itu. Yups, betul sekali. Zuko adalah tokoh kartun dengan karakter pemarah dan tak sabaran. Tapi satu kelemahan Zuko yang satu ini yaitu tidak bisa mengeluarkan api. Ya iyalah!
Pernah dengar kata Jangkis alias jangkung ipis enggak pakai najis? Ini dia orangnya, Welas. Panggilan Welas diambil dari karakter Astri disebuah acara televisi berjudul ‘suami-suami takut istri’. Yang pernah nonton pasti tahu karakter Welas seperti apa. Welas orangnya sedikit pendiam dan tertutup. Dia enggak bakalan ngomong kalau dia enggak mau ngomong. Do you know what I mean? Kalau enggak ngerti ngacung!
Yang terakhir ini wajahnya sedikit garang. Jelaslah dia adalah ketua tae kwondo seumur hidup tak pernah lengser. Bercanda! Panggilannya Batak seperti sebuah kota di Medan. Meskipun wajahnya garang tapi hatinya tetap pink alias mellow.
Kalau soal cita-cita dan mimpi mereka ahlinya. Ahli bidang ngayal dan imajinasi tinggi. Tapi apa mau dikata mereka semua cantik dan berpotensi. Okey, apapun harapan mereka semoga terkabul. Amien.
Sekian perkenalan singkat tentang mereka, sekarang kita fokus pada inti ceritanya. Saat Bebenyit ngumpul di basecamp mereka bermaksud mengadakan rapat direksi keanggotaan. Alah gayanya! Memusyawarahkan pendapat demi mencapai suatu mufakat tentang rencana mereka terhadap kelanjutan Bebenyit setelah mereka lulus dari SMP.
“Gue mau ke Tasik, guys!” ucap Pentul membuka suara.
“Yah jauh banget ngapain lu kesana?” tanya Zuko.
“Ngapain aja boleh!” jawab Pentul santai lalu dihantam lemparan roti dari arah Zuko.
“Kalau Loe Tet?” tanya Batak pada Buntet.
“Gue disuruh ke Aceh tapi gue gak mau. Gue maunya sekolah disini aja. Disini juga banyak sekolah keperawatan.”
“Loe mau jadi perawat? Emang bisa?”
“Kenapa gitu?” Buntet balik nanya.
“Perawat itu harus tinggi kayak gue. Haha” ledek Welas diikuti gelak tawa yang lain.
“Nah, tinggal si Popok yang belum ditanya.” Ujar Zuko.
Popok memasang tampang bĂȘte.
“Loe kenapa?”
“Gue sedih. Kalian semua udah punya rencana masing-masing. Buntet yang mau jadi perawat. Welas yang mau jadi pramugari. Gue masih bingung sama diri gue sendiri. Gue gak yakin bisa menggapai impian gue”
“Emangnya kenapa?”
“Gue gak bakal keterima di angkatan laut!”
“Makanya loe belajar berenang dong biar bisa keterima!”
“Ah, Welas aja yang enggak bisa terbang mau masuk angkatan udara kok.”
‘-_-?!#@/*” kelima temannya menggaruk kepala yang tak gatal.
Setelah beberapa menit mengadakan rapat direksi Partai Bebenyit yang GJ alias gak jelas itu akhirnya mereka memutuskan untuk membuat rujak. Sebelumnya mereka sudah membeli bahan-bahan rujak di pasar seperti mangga, jambu, kedongdong, nanas, dan banyak lagi. Bumbunya ala kadar yaitu gula merah, asem, cabe, dan garam.
“Pok, ambilin mangga dong!” kata Pentul.
“Iya bentar…” Popok berlari keluar.
“Nih tangganya!”
“Buat apaan tangga?” tanya Buntet yang keheranan.
“Tadi Pentul minta ambilin tangga katanya.” Ujar Popok polos.
“Ya ampun, gue minta mangga, Pok! Bukan tangga.” Jelas Pentul sedikit kesal.
“Ough, loe bangga punya sahabat secantik gue? Yaelah Tul biasa aja dong gue jadi enggak enak nih!”
Semuanya menepok jidatnya masing-masing.
“Susah kalau punya temen ‘bude’. Budeg tapi pede.” celetuk Zuko.
Yah, begitulah hari-hari mereka lalui dengan tawa dan canda. Tak sadar kesedihan di depan mata. Tapi biarlah semuanya berjalan dengan rencana Tuhan yang lebih adil. Mereka memang punya rencana masing-masing untuk melanjutkan impian dan cita-cita mereka. Mereka dipersatukan oleh takdir dan kemungkinan besar kemungkinan mereka akan dipisahkan oleh takdir juga.
Selama masih diberi waktu untuk bersama, maka mereka akan memanfaatkan sisa waktu itu untuk menjaga kekompakan Bebenyit. Selalu ceria dan tertawa.
****
“Wiih, hebat ada orang Amerika yang udah pernah ke bulan.” ujar Batak mengalihkan perhatian, tapi ternyata tidak berhasil. Kedua temannya masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Zuko dengan handphonenya, Pentul dengan novel barunya, sedangkan Welas, Buntet dan Popok belum datang. Hari ini mereka akan melanjutkan rapat direksi yang kemaren gagal total karena ulah Popok . Rencananya juga mereka akan ngerujak lagi. Pasalnya kemaren sewaktu mereka membuat bumbu rujak Popok memasukkan terasi ke dalam bumbu rujak. Hal ini membuat geram kelima temannya. Selera makan mereka jadi rusak karena tidak tahan dengan baunya.
“Kalian kok enggak kaget dengernya?”
“Cerita basi.” Jawab Zuko dingin.
“Apanya yang basi?” tanya Popok tiba-tiba nimbrung.
“Itu lho kata Batak ada orang Amerika yang udah pernah ke bulan. Hebat apanya! Gue bakal mencetak sejarah baru.”
“Apaan?”
“Orang Indonesia pertama yang pergi ke matahari.”
“Waahh, gimana caranya matahari kan panas?” tanya Batak penasaran.
“Gue kan perginya malam-malam.”
Zuko dan Batak tertawa keras seraya berkata “ough, tidak bisaaa…”
Setelah mereka berhenti tertawa dan kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing tiba-tiba mereka dikagetkan oleh tawa Popok yang menggelegar.
“Ngetawain apa Pok? Ada yang lucu?” tanya Zuko heran.
“Pergi ke matahari malam-malam? Bisa….bisa……lucu! Aku baru ngerti. Hehe ..” kata Popok sambil nyengir kuda.
Hah gubrag! Mereka udah lupa dengan lelucon itu. Tapi akhirnya Zuko, Batak dan pentul tertawa juga. Bukan karena leluconnya tapi mereka menertawakan yang tertawa. Hadeuh…
“Oh iya, yang lain mana?”
“Lagi cuci mata dulu di mall.” Jelas pentul sambil membuka halaman baru novelnya.
“Kenapa gak cuci mata di kamar mandi atau washtaffel disini aja, jauh-jauh ke toilet mall.” Kata Popok memasang wajah LOL.
“Bukan gitu. Pok! Mereka lagi nyari benda yang bisa ngilangin stress..” ucap Batak.
“Oh, emang ada gitu? Apaan? Ntar aku ajak orang stress ke Mall biar disuruh cuci mata gitu…hihi.” Kata Popok lagi.
“Aduhh Popok, bukan itu… Si Welas ama si Buntet lagi jalan-jalan ke mall, ngerti?” tambah Zuko menjelaskan.
“Oooh, ke mall jalan-jalan toh, katanya mau cuci mata, yang bener yang mana sih, Zuk?”
“Aaahh, capek gua ngomong ama dia. Dah ah, gue mau cari angin keluar.” Kata Zuko sambil merapikan kerudungnya.
“Cari angin? Emang angin bisa dicari? Dilihat aja gak bisa apalagi dicari, Zuk! Ckckck..” ujar Popok lagi yang membuat Zuko, Pentul dan Batak makin jengkel.
“Aaaarrgghh, bukan gitu Popok. Maksudnya mau hirup udara bentar.” Kata Zuko lagi.
“Emang dari tadi loe enggak nafas ya,, pake mau hirup udara bentar?”
Lagi-lagi Popok membuat seisi basecamp teriak.
“Aaarrgghh, Au ah gelap!” kata Zuko jengkel.
“Enggak gelap kok. Noh, masih siang.” Ucap Popok lagi.
“Beeuuhh, gue jadi stress ngomong sama loe!” ujar Zuko hilang kesabaran.
“Haah Zuk, loe stress? Kenapa enggak cuci mata aja di mall biar enggak stress?” saran Popok yang membuat Zuko, Batak dan Pentul makin jengkel.
Mereka semua akhirnya angkat tangan dan memilih diam membisu. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka. Lelah karena selalu salah dihadapan Popok. Kasihan! Sedangkan Popok sendiri memilih ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang lelah karena dihukum seharian berpanas-panasan di pasar mecari bahan rujak.
Saat Buntet dan Welas datang dari Mall, mereka kaget melihat sahabat-sahabatnya menangis tersedu-sedu.
“Kalian kenapa?” tanya Welas khawatir.
“Zuk, kok Popok jadi kayak gini sih?” tanya Batak lesu.
“Enggak tahu…Hiks!” Tangis Zuko makin keras.
“Huwaa… gimana ceritanya sihh?” tanya Buntet.
Zuko menceritakan kejadian yang menyebalkan tadi kepada Buntet dan Welas yang baru datang.
“HUAA… POPOK… apa kata dunia loe kayak gini?” Ucap Buntet.
“Apaan sih kalian, kayak yang lagi ngomongin gue?” kata popok yang baru keluar dari kamar mandi.
“Yaa… PRAY FOR POPOK….hiks.” kata Bebenyit serentak menengadahkan tangan mereka.
“Eeehh, emang gue udah mati?”
“OTAK LOE YANG UDAH MATI!!” pekik Bebenyit serentak lagi.
“Haah, otak gue mati? Kapan? Innalillahi… dikubur dimana? Gue mau ngelayat..” kata Popok.
“ASTAGFIRULLOHH!!”
****
Sudah hampir tiga tahun sejak kejadian itu Bebenyit tidak lagi bersama. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing bahkan mereka lost contact. Sedih kalau mengingat kebersamaan Bebenyit.
Tapi hari ini mereka mengadakan reunian di basecamp mereka. Semuanya tertawa saat mengenang kejadian-kejadian lucu tentang mereka terutama tentang kepolosan Popok. Zuko yang datang dari Kalimantan, Pentul dari Tasik, Buntet dari Aceh, Welas dari Palembang, hanya Batak dan Popok yang asli dari Bandung. Mereka datang untuk mengabarkan kebahagian mereka karena lulus dari SMA mereka masing-masing. Dan rencananya hari ini mereka akan mengadakan rapat direksi partai Bebenyit lagi tentang planning mereka masuk Universitas favorit.
“Sumpah, gue kangen sama kalian!” ujar Popok saat itu.
Spontan Zuko, Pentul, Batak, Welas dan Buntet langsung merangkul sahabatnya itu. Mereka tak akan pernah menemukan lagi sahabat seperti Popok. Keharuan menghiasi pertemuan mereka kembali. Tapi yang jelas sekarang mereka lebih dewasa dan anggun.
“Bebenyit tidak akan pernah bubar dan tidak akan pernah berhenti tertawa.”
“Tertawalah selama tertawa tidak dilarang.” Ujar Popok.

For Bebenyit: Semoga kalian sukses dengan cita-cita kalian!
(Bingkisan perpisahan angkatan 2010)

PERASAAN SESAAT

Edit Posted by with No comments
Seminggu berlalu tanpa hentinya Atri bercerita kejadian bahagianya pada Desti, sahabatnya. Atri bahagia karena dia baru saja jadian dengan cowok populer yang menjadi incaran cewek-cewek seantero kampus, termasuk Desti! Memang bukan cerita aneh lagi kalau dua orang sahabat menyukai seorang cowok yang sama, apalagi itu Yudis! Saat KPK (Komisi Pemilihan Kekasih) menjatuhkan vonis hati Yudis hanya untuk atri, maka Desti memutuskan untuk mundur secara perlahan.
Atri sangat bahagia sekali. Rasanya seumur-umur baru kali ini dia terlihat begitu bersemangat. Begitu bahagianya sampai-sampai senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Bukan itu saja, untuk yang kesekian kalinya Atri bercerita tentang adegan penempakan hatinya pada Desti. TKP-nya di taman belakang sekolah. Uuh…Romantis! Sepertinya kejadian itu sudah menjadi lembaran sejarah yang dalam hidup Atri yang patut diabadikan di meuseum cinta.
Tak heran kalau Atri bisa sebahagia itu. Yudis, cowok yang tercipta dengan tampang ganteng nan rupawan yang mampu meluluhkan hati setiap cewek hanya dengan seutas senyuman, (Aiih, pokoknya Kimbum lewat!) bisa jatuh kepelukan Atri begitu saja. Tanpa ada aba-aba terlebih dahulu. Siapa sangka, seorang Atri yang tak pernah bermimpi bahkan berharap bisa mendapatkan seorang pangeran. Atri bukanlah cewek bermuka badak yang berani berandai-andai tentang Yudis. Cowok itu tak selevel dengan Atri. Dia terlalu sempurna, sedangkan Atri? Oho, mamamia sekali.
Boleh dibilang Atri cewek yang serba sederhana, dari penampilan sampai cara bersikap. Semua mencerminkan kesederhanaan. Atri tak punya daya tarik yang perlu diagungkan. Dan itu seakan membuat Atri seakan terisolir dari area cinta. Desti sebagai sahabatnya dengan amat rendah hati memvonis Atri sebagai cewek yang paling betah ‘nganggur’.
“Ngapain kamu ngajak aku kesini?” tanya Atri bingung setelah Yudis menyuruhnya duduk dikursi taman.
Yudis tak menjawab pertanyaan Atri. Dia malah menatap Atri sedemikian rupa. Hatinya teraduk-aduk. Jantungnya dag dig dug der Daiya.
“Jangan menatap aku seperti itu, aku risih!”
“Kenapa? Apa kamu melihat ada cinta di mataku?”
Aiiihh, gubrag! Apa tak ada kalimat yang lebih bagus dari itu? Norak banget!
“Eee… maksud kamu apa, Yud?”
Atri terbangaun dari tempat duduknya dan berdiri membelakangi Yudis. Ia tak mau Yudis melihat wajahnya yang memerah seperti tomat.
“Maksudku…”
Perkataan Yudis tertahan. Perlahan ia menarik napas. Mengatur irama detak jantungnya.
“Ah, maaf aku tak bisa basa-basi! Aku hanya ingin mengatakan kalau aku suka sama kamu, Atri!”
“Hah?!”
Deg. Seperti mendapat durian runtuh. Ups, salah! Kalau beneran dijatuhi durian runtuh alamat bisa babak belur. Tapi memang tak ada perumpaan yang cocok untuk menggambarkan keterkejutan Atri saat itu. Surprise bin kaget! Atri mengira ini lakon dalam mimpinya. Atau cara bercanda Yudis yang benar-benar tidak lucu.
“Atri, kamu baik-baik aja kan?” tanya Yudis khawatir.
Atri masih shock!
“Atri?!”
“Eh, iya kenapa?”
“Gimana? Apa kamu jadi pacar aku?”
“A..a…aaku?” Atri menunjuk wajahnya, bego.
“Iya, kamu!”
“Tapi kenapa harus aku? Banyak kok cewek-cewek cantik yang berharap sama kamu. Mereka lebih cantik, lebih pinter, lebih….”
“Karena aku sukanya sama kamu!” Yudis memotong kalimat Atri. Dia tahu atri mempunyai rasa rendah diri yang berlebihan.
Tiba-tiba Atri butuh oksigen untuk bernapas. Penyakit bengeknya kambuh! Aiih, ini bukan mimpi. Ia bersorak dalam hati. Berjingkrak-jingkrak joget India. Caiya..caiya!! Tapi ketika Atri melihat Yudis yang harap-harap cemas menunggu jawaban darinya, Atripun segera merangkai kata-kata romantis agar Yudis semakin hatuh hati padanya.
“Ya deh aku mau.” Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Atri. Huft, kemampuan sastranya lemah!
Atri terus menertawakan dirinya setiap kali mengingat kejadian itu. Membayangkan betapa konyolnya ia dihadapan Yudis. Tapi Yudis orangnya baik Ia tak pernah mengatakan kalau atri itu cewek aneh seperti kata teman-teman sekampusnya. Yudis hanya mengatakan kalau Atri itu cewek terunik yang pernah ia temui. Heum, sama saja!
“Hei, ngelamun aja! Entar kesambet setan lewat lho…” goda Atri pada Desti yang sedang menyepi dalam pikirannya.
“Des?”
“Hem….”
“Kamu kenapa sih semenjak aku jadian sama Yudis kamu kok jadi beda gitu?”
“Perasaan kamu aja kali …” jawab Desti ogah – ogahan sambil terus mengaduk-aduk bakso di depannya. “Kamu enggak nyadar yang sebenernya berubah itu kamu, bukan aku! Sekarang kamu kan pacarnya Yudis, cowok popular di kampus kita. Otomatis derajat kamu naik ke tangga paling atas.”
“Oh, iya sih sekarang aku pacaran sama Yudis. Masih enggak percaya. Hehe…” Atri tersenyum geli.
“Aku heran sama kamu….dulu kamu bilang enggak akan pernah ikut-ikutan mengejar Yudis. Bagi kamu itu aib. Tapi, sekarang kamu malah jadi orang nomor satu sebagai pengagum Yudis!”
“Iya sih aku ngaku aku itu munafik. Tapi mau gimana lagi, hanya cewek bodoh yang menolak kalau ditembak cowok seperti Yudis!”
Desti merasa envy mendengar perkataan Atri yang setiap kali mereka bertemu topic pembahasan yang mereka obrolkan pasti tentang Yudis.
“Mau kemana?”
“Ke perpus!” Desti beranjak pergi.
“Wait! Baksonya?”
“Udah enggak nafsu ahh”
“Buat aku ya?” Atri nyengir.
“Boleh. Tapi jangan lupa bayar sendiri!”
“Ngeekk”
Sebulan berlalu Atri menjalin hubungan dengan Yudis tanpa ada perubahan yang signifikan!
Hari itu Atri berlari tergesa-gesa. Mencari sesuatau yang hilang dari hidupnya. Hilir mudik mengelilingi kampus. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Dia mencari Desti, sahabatnya. Sudah satu minggu belakangan ini Desti seolah-olah menghindari dirinya, bahkan ia tak masuk kampus! Maka dari itu saat Atri tahu hari ini Desti masuk kampus lagi Atri langsung mencari-carinya.
Setiap orang ditanyai Atri. Tetapi jawaban mereka berbeda-beda.
“Hey Lis, kamu lihat Desti enggak?” tanya Atri pada salah satu cewek-cewek yang sering mengadakan rapat DPR (Dibawah Pohon Rindang).
“Emang gue emaknya!” jawab cewek itu ketus.
“Sorry…” Atri berkata lesu. “ Kalau kamu Nes, kamu lihat Des…”
“Enggak!” potong Nesty. Sekelompok cewek itu lalu membubarkan diri. Atri merasa ada yang aneh dengan orang-orang disekitarnya. Eits, bukan aneh lagi, tapi sangat aneh. Dia baru sadar perlakuan teman-teman dikampusnya menjadi berubah setelah satu bulan Atri meresmikan diri menjadi kekasih Yudis. Aiih, ternyata mereka cemburu melihat kedekatan Atri dengan Yudis.
“Kamu kenapa?” tanya Desti yang tiba-tiba nongol di depan muka Atri.
“Destiii….” Atri langsung memeluk Desti dengan erat. Dia bahagia melihat sahabatnya lagi.
“Aduuh, kamu kenapa sih?”
“Kamu kemana aja udah seminggu enggak ada kabar?”
“Sorry… Aku sibuk mempersiapkan wedding party buat kakak aku.”
“Oh gitu, aku kira kamu marah gara-gara aku jadian sama Yudis!”
“Enggaklah itu kan hak kamu. Oh iya, gimana kabar hubungan kalian?”
“Aku udah putus sama Yudis.”
Pernyataan Atri itu membuat ribuan ekor mata mengintainya. Cewek-cewek yang lagi asyik menggosip ria dihalaman kampus langsung serentak memasang telinga mereka baik-baik. Mereka tak ingin melewatkan berita teraktual, tajam dan terpercaya langsung dari sumbernya.
“Lho kenapa?”
“Aku bosen, ternyata pacaran sama orang ganteng dan popular itu banyak gak enaknya. Aku banyak dimusuhin sama fans-fansnya Yudis. Kemana mana selalu diintrogasi. Dan aku enggak mau cemburu melihat Yudis selalu dikerumuni cewek-cewek, makanya aku putusin dia.”
“ Itu kan resiko orang ganteng.”
“Iya, tapi aku belajar sesuatu dari moment ini. Aku enggak mau kehilangan waktu bersama sahabatku lagi.”
“Heum, seperti apapun kamu, kamu tetaplah sahabatku!”
“Ahh so sweet. Berpelukan!”
“Wait! Kalau kamu udah putus sama Yudis berarti dia jumbo dong?”
“Kamu masih mau sama dia?”
“Just kidding.” goda Desti.
Kebahagiaan Atri hari itu berlipat-lipat. Tak ada rasa sedih sedikitpun karena dia harus putus dengan Yudis. Dia yakin telah mengambil keputusan yang tepat. Sebenarnya dari awal dia tidak tertarik pada Yudis. Dia menerima Yudis hanya mengikuti tren perasaan yang sedang melanda hati para cewek-cewek di kampusnya.
Tapi, dia akan tetap mengingat moment dimana Yudis menyatakan cintanya di taman kala itu. Setidaknya hanya sebatas kenangan bahwa seorang Atri pernah ditembak pangeran kampus.